Jumat, 22 Februari 2008

Kemana hutanku?????


Hutan lindung dan hutan produksi tak berharga lagi. Peraturan Pemerintah (PP) No 2 tahun 2008, para pemodal diberi kemewahan membabat hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan pertambangan dan usaha lain, hanya dengan membayar Rp 300 setiap meternya. PP ini juga menghapus fungsi lindung kawasan hutan menjadi fungsi ekonomi sesaat.

Padahal bangsa kita sudah di guncang bencana banjir dan longsor musim ini,eh kok malah pemerintah kita mengeluarkan PP No 2 tahun 2008 tentang Jenis & tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan utuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

PP ini memungkinkan perusahaan tambang merubah kawasan hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar, hanya dengan membayar Rp. 1,8 juta hingga Rp. 3 juta per hektarnya. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan gas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Harganya turun menjadi Rp. 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta. Bisa dibayangkan apa dampak PP ini, ditengah kegagalan negeri mengurus pemulihan kerusakan hutan, konflik tumpang tindih fungsi lahan, dan penanganan bencana lingkungan tahunan.

Saya sebagai jurnalis yang juga suka blusukan ke hutan, tidak habis pikir mengapa pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang “NGAWUR DAN GILA” yakni PP No. 2 tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Kira2 pikiran para pejabat yang mengeluarkan kebijakan itu di mana ya???? Bukankan akhir tahun lalu kita sebagai tuan rumah konferensi PBB untuk perubahan iklim dengan isu global warming. Pejabat di daerah hingga anak sekolah pun di minta untuk menanam seribu pohon, sejuta pohon untuk penghijauan. Dengan penanaman yang baru berjalan sekitar 1 bulan, justru ada kebijakan penebangan hutan yang dilegalkan dalam peraturan pemerintah. Ngawur nggak sich kebijakan seperti itu!!!!

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana anak cucu kita puluhan tahun ke depan nantinya, apakah mereka bisa mengenal yang namanya hutan atau mereka tidak tahu tentang hutan di Indonesia. Aku mungkin tidak bisa refreshing lagi ke pinggiran hutan, hanya untuk menghirup udara segar dan tidak bisa melihat tingkah lucu hewan2 yang di lindungi selama ini. Indonesia mau jadi apa kalau hutan seluruhnya habis di tebang hanya untuk isi perut sesaat. Kebijakan yang merugikan dan tidak masuk akal itu perlu dikaji ulang, kalau perlu di binasakan, agar kelestarian lingkungan benar-benar bisa di wujudkan.

Banyaknya bencana di sana-sini ternyata belum menyentuh pejabat-pejabat yang rakus itu sehingga mereka membuat kebijakan yang mendatangkan bencana bagi masyarakat indonesia. Lagi-lagi masyarakat yang tidak tahu apa-apa harus menanggung akibatnya. Luas lahan hutan yang setiap tahun berkurang, seharusnya patut di waspadai oleh semua pihak.. eh kok malah pemerintah yang bikin kebijakan yang mengundang bencana.

Sungguh ironis nasib masyarakat Indonesia!!!!!!
















Refreshing



Setelah sekian lama bergulat dengan tinta dan tape recorder, yang menjadi tugas kesehariaan sebagai jurnalis radio, rasanya perlu sedikit refreshing di tempat yang jauh dari suara bisingnya kendaraan dan membuat ketenangan jiwa. Akhirnya ku putuskan untuk mengikuti pelatihan SAR di pantai Bandealit kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Ketika menginjakkan kaki di kawasan hutan Bandealit, seluruh beban pikiran yang menggantung selama ini, terasa hilang hanya melihat pemandangan hutan dan pantai penuh pesona. Dengan keceriaan teman2 instruktur SAR yang selalu menghiburku, refreshing semakin menjadi nyaman dan asyik. Kadang2 kekonyolan dan pembicaraan yang ngelantur menjadi bahan yg asyik di perbincangkan di sela-sela jadwal pelatihan SAR yang cukup padat. Meski berada di lokasi yang tidak ada sinyal, tugas jurnalistik ku tidak pernah ku tinggalkan. Dengan mencari-cari waktu yang senggang, aku mencoba untuk mewawancarai sejumlah narasumber untuk mendapatkan informasi yang ingin aku dapat.

Aku sadar menjadi jurnalis sangat berat konsekwensinya sehingga mencuri-curi waktu untuk refrsehing sangat sulit. Beberapa kali tawaran untuk mendaki gunung, ke pantai, dan sejumlah lokasi yang butuh waktu beberapa hari untuk sampai kesana, harus pikir2 dulu. Tidak seperti dulu semasa zaman kuliah, acara mendaki gunung tidak bisa di tawar-tawar lagi, bahkan aku rela mbolos kuliah hanya untuk jalan-jalan ke tempat yang belum pernah ku kunjungi. Asal tidak ujian atau ada kegiatan organisasi yang menyita waktu, semua acara jalan-jalan pasti ku lakukan. Saat ini, aku hanya bisa refreshing di daerah yang dekat-dekat dan tidak membutuhkan banyak waktu. Mungkin hanya Bandealit, gunung bromo dan kawah ijen yang dekat jember, yang bisa ku jangkau dengan waktu 1 hingga 2 hari. Namun lagi-lagi perjalanan panjang untuk mendaki gunung tidak bisa lagi ku lakukan karena waktu dan kondisi fisik yang jarang olahraga….he he he. Jadi untuk perjalanan jauh tanpa kendaraan harus bersusah payah menuju ke sana.

Pemandangan yang cukup mempesona, kadang-kadang membuat kita lupa segalanya kecuali makan (he he he). Bahkan perjalanan yang cukup melelahkan dan mengharuskan kita jatuh bangun untuk menuju kesana tidak lagi dirasakan sangat berat di lakukan. Lumayan, meski aku sudah beberapa kali ke pantai Bandealit dengan menginap di wisma atau di pos, markas petugas TNMB, tidak menjadikan ku bosan dan jenuh dengan pemandangan yang tetap sama. Aku bisa menghabiskan waktu ku dengan bermain kano dan menikmati pemandangan di sekitarnya. Meski demikian, aku harus tetap waspada dengan bahaya ketika di hutan atau di danau… ya mungkin aja ada ular atau buaya darat yang muncul dari danau!!!!!

Oh ya selama 3 hari di wisma bersama instruktur SAR, aku merasa senang dan bisa menikmati refreshingku dengan PUAS. Kawan-kawan SAR sangat membuatku merasa nyaman dan tidak risih, padahal di sana aku hanya cewek satu-satunya di wisma instruktur SAR. Aku sich terbiasa karena beberapa kali perjalanan yang penuh petualangan, tanpa di temani teman2 cewek lainnya. Bahkan teman2 di kampus mengolok ku preman atau menganggap aku sebagai cowok, memang sich sifatku agak tomboy dan seringkali bergaul dengan cowok. Di Bandealit, aku juga mencoba beberapa teknik penyelamatan, yang ku anggap sebagai hiburan outbond…..POKOKe asyik banget dech